Derita Beethoven

Hari yang sempurna bagi Ludwig van Beethoven. Ketika terbangun dari tidur, ia mendengar suara kicau burung. "Hey! Aku bisa mendengar lagi!!" Ia melonjak kegirangan. Satu hal yang langsung terlintas dipikirannya adalah piano. Ia rindu sekali pada dentingannya yang indah.

Beethoven berjalan berkeliling, mencari-cari piano. Aha! sebuah piano teronggok disebuah rumah reot. ia mendatangi rumah tersebut, mengucap salam, tapi tidak ada sahutan. Perlahan ia mendekati piano itu. Menyentuh tutsnya, wajahnya berseri-seri. Ia lalu duduk, memainkan Für Elise.


Permainannya memukau, ia sangat terharu mendengar permainannya sendiri. Kerinduannya pada bunyi dan harmoni terbayar sudah. Ia begitu menghayati permainannya itu, memainkan pianonya sambil memejamkan mata.

Saat bermain piano, ia mengenang ibunya yang meninggal karena TBC. Dentingan Pianonya syahdu. Ketika kenangan melompat kepada Ayahnya yang pemabuk, sentuhan tuts pianonya menjadi makin keras. Lalu ia mengenang cintanya yang selalu ditolak sepanjang hidupnya, ia memukul tuts piano dengan lebih keras lagi. Beethoven menyalurkan emosinya dengan sempurna melalui sentuhan tangannya pada piano.

Suara piano itu bergaung kesegala penjuru. Orang-orang mulai berdatangan, sepertinya mereka semua musisi, sebab mereka semua menenteng alat musik. Biola, gitar, terompet, hingga tamborin. Mereka mengamati beethoven dengan pandangan takjub.

"Indah sekali!" Pekik salah satu diantara mereka. Teriakannya itu mengagetkan Beethoven. Ia mengamati orang-orang disekelilingnya. "Ah, kalian membawa alat musik! mari kita bermain bersama!" teriaknya senang. Lalu Beethoven mengambil nada dasar C, menganggukan kepala sebagai aba-aba.

Musik mulai terdengar. Kacau dan berantakan. Beethoven menutup telinganya. "Hentikaaan!" teriaknya. Tapi orang-orang itu tidak peduli, tetap memainkan musik dengan kacau. Beethoven tidak kuat mendengar musik kacau itu, kemudian berlari keluar. Nafasnya tersenggal-senggal.

Ia lalu menyadari, ditempat itu, semua orang menenteng alat musik, entah itu biola, gitar, terompet, atau tamborin. Tapi mereka semua memainkannya dengan kacau. Kemanapun beethoven melangkah pergi, ia selalu bertemu orang yang memainkan musik dengan kacau. Dunianya dipenuhi suara sumbang!

Beethoven yakin, ia sedang berada di Neraka.




***



dimuat juga di
http://kisahfiktif.wordpress.com/

Tidak ada komentar: